Sabtu, 18 Juni 2011

Pendaftaran dan Persiapan Ujian Masuk LIPIA Jakarta Tahun 2011


Pendaftaran LIPIA Jakarta kembali di buka. Waktu pendaftaran kali ini lebih panjang dari yang biasanya tiga sampai lima hari, kini menjadi dua pekan atau dari tanggal 20 Juni 2011 hingga 5 Juli 2011. Dan bagi Anda yang masih sibuk dengan ujian akhir di Mahad atau Madrasah asal, tidak perlu khawatir karena ujian masuk baru akan diselenggarakan pada Selasa, 13 September 2011 alias usai lebaran. Jarak yang cukup lama antara pendaftaran dan ujian masuk, banyak disebabkan karena saat ini adalah libur musim panas yang merupakan libur resmi Kerajaan Saudi. Sehingga bukan hanya perkuliahan yang diliburkan, namun juga para dosen juga ikut libur kembali bersama keluarga.

Tempat pendaftaran sebagaimana biasa langsung di Kampus LIPIA. Jl. Buncit Raya No. 5A Jakarta Selatan, dan jika diperlukan Anda bisa menghubungi terlebih dahulu via alamat Fax: 021-7826002, atau surat PO. Box 3345 Kode Pos : 10002. Jika membutuhkan informasi pendaftaran yang lebih mendalam, jangan ragu untuk menghubungi kantor LIPIA langsung di Telp : 021-7814485-7814486.

Jika Anda, kerabat atau saudara berminat masuk LIPIA maka pastikan masuk kualifikasi syarat pendaftaran yang diminta, antara lain nilai rata-rata ijazah minimal 7 dan ijazah aliyah belum lewat selama tiga tahun. Ini khusus untuk kelas Persiapan Bahasa atau yang biasa disebut dengan I'dad Lughowi.Jika menginginkan jurusan yang lebih tinggi seperti Takmily (Pra Universitas) dan Syariah, maka pastikan nilai minimal ijazah Anda adalah delapan, dengan usia ijazah tak lebih dari 4 tahun (Takmiliy) dan 5 tahun (syariah). Syarat lainnya yang tentu saja perlu diperhatikan adalah kecakapan bahasa Arab dan hafalan quran sebanyak 2 juz (takmily) dan 3 juz (syariah).

Bagi Anda yang menemui kesulitan atau bimbang dalam menghadapi ujian persiapan LIPIA, jangan lupa simak artikel sebelumnya yang sudah kami tulis seputar Tips Sukses Ujian Masuk LIPIA dan Perguruan Tinggi Timur Tengah Lainnya.

Secara khusus, bagi Anda yang memiliki semangat belajar tinggi, sehat dan sempat, teman-teman LIPIA dari JAwa Timur secara khusus menyediakan fasilitas Try Out dan Dauroh Intensif persiapan masuk LIPIA. Di dalamnya kita akan terbantu dengan pembahasan soal-soal masuk yang mungkin awalnya akan terasa susah, namun lambat laun akan lebih terbiasa kita menghadapinya. Berikut informasi dauroh intensif tersebut, selamat mengikuti dan semoga lulus ujian LIPIA.

TRY OUT & DAUROH INTENSIF
PERSIAPAN MASUK LIPIA JAKARTA


Waktu dan Tempat
Hari : Sabtu s/d Jum’at
Tanggal : 30 Rajab s/d 6 Sya’ban 1432 H atau 2Juli s/d 8Juli 2011 M
Tempat : SMAIT Al-Azhar Sedayu Brondong Lamongan

Syarat-syarat Pendaftaran
1. Tamat SMA/MA atau yang sederajat
2. Menguasai Bahasa Arab dasar (lisan dan tulis)
3. Mengisi Formulir Pendaftaran
4. Menyerahkan Foto terbaru 3×4 berwarna (2 lembar)
5. Membayar Rp. 80.000,-

Rute:
Dari Surabaya (Bungurasih) : Naik bus jurusan Osowilangun, dari Osowilangun naik bus Armada Sakti (warna hijau) jurusan Paciran (Tanjung Kodok), dari terminal naik angdes ke Blimbing, dari Blimbing naik angkot jurusan Tuban, turun di Gang Kali Kethek, kemudian masuk Gang atau hubungi Contact Person.

Dari Terminal Tuban : Naik angdes jurusan Blimbing, turun di Gang Kali Kethek.

Contact Person (CP):
Yogi Prasetyo 0856 9110 2794
Mufidul Ulum 0856 9355 8437

Acara ini terselenggara berkat kerjasama:
Forum Silaturrohim dan Kajian Islam Mahasiswa Jawa Timur di LIPIA Jakarta dengan
Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Azhar Lamongan

Semoga bermanfaat dan Salam Optimis

Selasa, 14 Juni 2011


Sosok Rijalud Dakwah



Sesungguhnya da'wah menjadi tinggi dan mulia dengan ketinggian dan kemuliaan pendukungnya. Harakah Ikhwan mengakui, hal positif dan negatif dari manhaj teoritisnya yang dapat diambil pada buku-buku yang sudah disebarluaskan, bagaimana tingkat ketsiqahan anggotanya terhadap manhaj. Diantaranya adalah menganalisa suatu masalah, sebagaimana terlihat dalam sikap dan tindakan mereka.

Namun tindakan pribadi (fardi) juga berbagai pemyataan spontan atas berbagai masalah, hal tersebut sama sekali tidak mencerminkan harakah secara umum. Sebab memang demikianlah tabi'at suatu pertumbuhan, yang juga erat dengan situasi kondusif yang mendukung prilaku tersebut. Di sini, akan kami paparkan contoh-contoh pribadi yang hendak dihasilkan Ikhwan melalui proses tarbiyah dan arahan mereka. Semua ini tentu saja terwujud setelah taufiq dari Allah swt.

Seorang Mujahid yang Menjadikan Da'wah sebagai Obsesinya

Imam Hasan al-Banna mengatakan: "Saya dapat menggambarkan sosok mujahid adalah seorang yang dalam kondisi mempersiapkan dan membekali diri, berpikir tentang keberadaannya pada segenap dinding hatinya. la selalu dalam keadaan berpikir. Waspada di atas kaki yang selalu dalam kondisi siap. Bila diseru ia menyambut seruan itu.

Waktu pagi dan petangnya, bicaranya, keseriusannya, dan permainannya, tidak melanggar arena yang ia persiapkan diri untuknya. Tidak melakukan kecuali misinya yang memang telah meletakkan hidup dan kehendaknya di atas misinya. Berjihad di jalannya.

Anda dapat membaca hal tersebut pada raut wajahnya. Anda dapat melihatnya pada bola matanya. Anda dapat mendengarnya dari ucapan lidahnya yang menunjukkanmu terhadap sesuatu yang bergolak dalam hatinya, suasana tekad, semangat besar serta tujuan jangka panjang yang telah memuncak dalam jiwanya. Jiwa yang jauh dari unsur menarik keuntungan ringan di balik perjuangan.

Adapun seorang mujahid yang tidur sepenuh kelopak matanya, makan seluas mulutnya, tertawa selebar bibirnya, dan menggunakan waktunya untuk bermain dan kesia-siaan, mustahil ia termasuk orang-orang yang menang, dan mustahil tercatat dalam jumlah para mujahidin."

Da’i Yang Bergerak Karena Allah swt.

Adalah da'i yang berlari memohon syahadah kepada Allah swt. di saat melakukan tugas da'wah ilallah. Sebagaimana syahidnya 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi radhiallahu'anhu yang menda'wahkan kaumnya kepada Islam. 'Urwah adalah satu dari dua tokoh besar kaum musyrikin yang disebutkan dalam firman Allah, tentang perkataan kaum musyrikin:

"Dan mereka berkata, "Mengapa al-Qur'an tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaij) ini?" (QS. az-Zukhruf: 31)

Ketika ia menyatakan diri masuk Islam, sekaligus menda'wahkan kaumnya kepada Islam, bertubi-tubi tombak dan anak panah dari segala arah merobek tubuhnya hingga syahid.

Da’iyah yang Memiliki Semangat Tinggi

Anggota harakah Ikwan, harus mempunyai semangat tinggi sebagaimana semangat al-Aslami adhiallahu ‘anhu yang pernah diceritakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah: “Bila anda ingin melihat tingkatan semangat, lihatlah semangat Rabi'ah bin Ka'b al-Aslami radhiallahu'anhu. Rasul saw. berkata: "Mintalah kepadaku." Ka'b mengatakan: "Aku ingin menjadi pendampingmu di.surga." Sementara orang lain ada yang meminta makanan dan pakaian.

Da'i yang Memegang Teguh Janjinya

Seorang akh, dibina untuk mengerti dan melaksanakan sikap shidiq, sebagai sikap mulia para sahabat ridhwanullahi'alaihim.

Seperti kisah Anas bin Nadhr radhiallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Bahwa Anas bin Nadhr, absen dalam peperangan Badar. Beliau mengatakan:



"Aku tidak ikut dalam perang pertama yang disaksikan Rasulullah saw. Bila Rasulullah kembali berperang melawan kaum Quraisy setelah Badar, niscaya Allah 'Azza wa Jalla akan memperlihatkan apa yang akan kuperbuat."

Di saat perang Uhud, ummat Islam menderita kekalahan. Seseorang berkata kepada Sa'ad bin Mu'adz radhiallahu'anhu: "Wahai Sa'ad hendak kemana anda?" "Saya ingin menghampiri aroma surga di balik Uhud.' Sa'ad berangkat hingga syahid. Di tubuhnya terdapat lebih dari delapan puluh luka akibat pukulan pedang, tombak dan anak panah. Hingga jasadnya tak dikenal lagi oleh saudari perempuannya, kecuali melalui pakaiannya.

Lalu turunlah firman Allah swt. : “Di antara orang-orang mu'min ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merobah janjinya.” (QS. aI-Ahzab: 23)

Demikianlah seharusnya sikap teguh terhadap janji.

Seimbang dalam Semua Kondisi

Ikhwan membina anggotanya agar memiliki sikap berani, namun tidak mengabaikan sikap hati-hati, jauh dari sikap sembrono dan emosional. Mungkin sedikit manusia yang. dapat seimbang melakukan hal ini. Seorang yang dibiasakan bersikap pemberani, selalu berusaha memutuskan seluruh rintangan yang mengikatnya.

Mereka juga memiliki keta'atan tinggi yang diikat oleh kesadaran syar'i yang cermat, jelas, tidak serampangan dan bukan sikap mengikut buta.

Di sisi lain, anggota Ikhwan selalu memelihara potensi yang Allah anugerahkan pada dirinya. Seorang Ikhwan secara khusus mengerahkan semua kekuatannnya kepada seluruh yang mendatangkan manfaat kepada da'wah. Penyaluran potensi itu tidak dibiarkan tanpa kendali, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Ikhwan senantiasa mengiringinya dengan langkah takhtith (perencanaan) matang.

Da'i yang komitmen terhadap petunjuk nabawi

Seorang da'i yang berjalan di atas jalur syari'at, tunduk kepada sunnah, menjauh dari prilaku bid'ah dan semua yang tidak diperintahkan .oleh Rasulullah saw. Tindak tanduknya, sebagaimana petunjuk hadits Nabawi. la mengambil agamanya dari mata air Islam yang jernih dan minum dari sumber keimanan.

Bila ditanya tentang prinsipnya, ia mengatakan: “Ittiba’”. Bila ditanya tentang pakaiannya, ia mengatakan: "Taqwa." Bila ditanya tentang maksud serta tujuannya, ia mengatakan: "Ridha Allah." Dan bila ditanya di mana ia menghabiskan waktunya di waktu pagi hingga petang, ia menjawab: "Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang." (Qs. an-Nur: 36)

Dan di medan da’wah serta mengembalikan manusia ke jalan al-haq. Bila ditanya tentang nasabnya, ia mengatakan:

Orang tuaku adalah Islam. Tidak ada orang tuaku selainnya. Sementara orang bangga dengan keturunan Qais atau Tamim

Da’i yang Sabar

Ikhwan terbina dengan akhlaq sabar, sehingga di awal perj alanannya, salah seorang Ikhwan telah mengetahui apa yang diucapkan Ibnul Qayyim rahimahullah: "Sesungguhnya sikap untuk lebih mengutamakan ridha Allah, pasti akan berhadapan dengan permusuhan manusia, siksa, bahkan upaya mereka untuk membunuhnya. Yang demikian adalah sunnatullah di antara makhluk-Nya.

Bila tidak demikian, lalu apa dosa para Nabi dan Rasul yang memerintahkan keadilan di antara manusia dan menegakkan agama Allah ?" Maka barangsiapa yang lebih mengutamakan keridhaan Allah, niscaya ia akan memperoleh permusuhan dari orang alim yang jahat, manusia yang menyimpang, yang bodoh, pelaku bid'ah, yang banyak berdosa, dan penguasa bathil.

Barangsiapa berpegang teguh pada Islam secara sempurna, ia tak dapat digoyahkan oleh manusia bahkan gunung sekalipun. Tak dapat dihalangi oleh berbagai ujian., kekerasan dan rasa takut.

Mereka mengetahui bahwa kesabaran dapat dilakukan melalui dua perkara: tarbiyah atas sikap zuhud di dunia dan zuhud terhadap pujian. Tidaklah seseorang itu melemah, atau terlambat, dalam jalan ini, kecuali karena kecintaannya yang demikian besar pada kehidupan, kekekalan, serta kecintaannya pada pujian manusia dan upaya menjauhi kecaman mereka.

Jalan ini, bagi mereka, merupakan jalan yang pasti berhadapan dengan pendustaaan, pengusiran, dan siksaan, seperti ungkapan Ibnul Qayyim al-Jauzi rahimahullah: "Seseorang yang berlalu menuju Allah swt. adalah sebagai uswah. Dan itulah predikat yang sangat mulia. Seorang yang berakal cerdas rela beruswah kepada para Rasulullah, para Anbiya, Aulia, dan orang-orang yang dipilih Allah dari para hamba-Nya.

"Merekalah kelompok manusia yang paling berat ujiannya. Siksaan manusia terhadap mereka, lebih cepat berjalannya dari pada air mata. Cukuplah, contoh kisah yang disebutkan tentang perjuangan para Anbiya alaihimus salam bersama ummat mereka, juga perjuangan Rasulullah saw. Bagaimana siksaan musuh-musuh terhadap mereka. Siksaan berat yang belum pemah menimpa orang sebelum mereka."

Waraqah bin Naufal pemah berkata kepada Nabi saw.,"Engkau pasti akan didustai, diusir dan disiksa." Kemudian beliau bersabda: 'Tak seorangpun yang datang sebagaimana yang aku perjuangkan kecuali ia akan mengalami kondisi serupa dengan apa yang kualami."

Hukum ini berlaku hingga kepada para pewaris-pewarisnya. Tidakkah seorang hamba ridha menjadikan hamba terbaik Allah swt. sebagai uswahnya.

Pemberi Infaq yang Tidak Kikir Terhadap Da'wahnya

Sebagaimana disifatkan oleh pemimpin mereka Imam Hasan al-Banna rahimahullah: "Mereka tidak kikir terhadap da'wah, meski harus mengeluarkannya dari jatah makanan anak-anak mereka, mengucurkan darah mereka, atau harga mahal untuk kebutuhan primer. Apalagi dari kebutuhan sekunder, dan keperluan yang tidak mendesak.

Mereka, tatkala menanggung beban da'wah ini, benar-benar mengetahui bahwa ia merupakan jalan da'wah yang tidak mungkin dilalui dengan sedikit pengorbanan darah dan harta. Maka mereka keluarkan hal itu seluruhnya karena Allah swt.

Singkatnya, seorang al-akh dari mereka tengah melakukan perjalanan menuju Allah swt. bersama kelompok al-haq dan kafilah tauhid. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai keyakinan besar, para pendidik, manusia yang sadar, dan berpegang teguh kepada Islam, yang sedang mempersiapkan diri dengan ilmu, keahlian untuk berangkat berjihad. Masing-masing berlomba untuk bcrangkat, dan bila mereka berangkat mereka lakukan dengan penuh itqan.

Jika mengalami situasi sulit dalam peperangan, mereka bersabar. Mereka tidak akan rela hingga da'wah mencapai tujuannya. Meskipun mereka harus memeras seluruh kemampuan dan pemikiran mereka habis- habisan.

Bila mereka memberi perintah, perintah mereka kosong dari sikap memaksa. Dan bila mereka taat kepada perintah, ketaatan mereka terlepas dari sikap merasa hina. Bila mereka melontarkan kritik, kritik mereka jauh dari perusakan dan penghancuran.

Memiliki disiplin tinggi, teratur, para murabbi, perancang strategi menuju sasaran yang jelas, orang-orang teguh pendirian, komitmen, yang bila diberi amanah sebagai pemimpin mereka lakukan dengan ikhlash, jika diposisikan sebagai prajurit, mereka lakukan dengan penuh ketaatan. Setiap masing-masing mereka mampu berpikir untuk terus meningkatkan kemampuannya secara seimbang untuk selalu berupaya mengatasi masalah yang dilihatnya, mengambil hukum suatu pekerjaan dan aktivitas dari pikirannya. Mereka merasa bertanggung jawab untuk membela Islam. Puas dengan jumlah yang sedikit.

Dalam jiwa mereka terdengar sebuah prinsip yang begitu indah, “Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat." (QS. ash- Shaff: 13)

Betapa mereka bekerja keras di waktu siang, betapa indahnya lantunan "seruling" mereka, yang mereka ambil dari keluarga Daud pada waktu sahur. Kemudian saat mereka berhadapan dengan orang yang bengis dan keras, perkataan mereka adalah:

“Suatu tentara yang besar yang berada di sana dari golongan-golongan yang berserikat, pasti akan dikalahkan." (QS. Shaad: 11)

Mereka bertolak ke arah yang jelas, bergerak bersama sikap komitmen dengan ketaqwaan. Sumpah setia mereka sejati, ketaatan mereka bukan keterpaksaan tapi kesadaran, pandangan mereka penuh prhitungan, wawasan pemikiran mereka luas dan tidak sempit.

Masing-masing berprinsip menjadi pendukung setia terhadap pemimpinnya, cita-cita mereka adalah bertemu dengan Rabb sebagai syuhada. Mereka memandang tanggung jawab syari'at sebagai penyejuk mata, penyenang hati, penghidup ruh, mencampakkan sistem thagut dan undang-undang yang bathil.

Para rijal yang selalu memerangi kehendak nafsu mereka. Hati mereka rindu pada ketaqwaan, merasa tenang dengan dzikir. Mereka mengetahui bahwa jihad adalah aplikasi kerahbaniyahan Islam. Karenanya mereka persiapkan diri dengan senjata, dan mereka hunus pedang, mereka bentangkan busur.

Mereka mengetahui bahwa arwah mereka akan kembali diantara penghuni kubur, mereka tinggalkan bangunan dunia, semangat mereka meninggi dan prilaku mereka menjadi lurus. Mereka adalah junudullah (tentara Allah) di manapun berada.

Mereka adalah para imam, pemberi petunjuk, dan pemimpin kaum beriman. Mata mereka sering terjaga di waktu malam, dan mata mereka kerap mengucurkan air mata. Berbahagialah orang yang berada dan berpegang teguh bersama mereka.

Para rijal yang komitmen dengan seruan Rasulullah saw, secara bathin dan zahir. Mereka berpendirian sebagaimana Rasul berpendirian. Mereka berjalan sebagaimana Rasul berjalan. Mereka ridha dengan keridhaan Rasul. Menyambut seruannya bila Rasul menyeru mereka.

Landasan madzhab mereka adalah al-Qur'an dan sunnah, meninggalkan hawa nafsu, bid'ah, berpegang teguh dengan para imam dan berqudwah pada para salaf. Meninggalkan perbuatan bid'ah, berpendirian diatas apa yang ditempuh para generasi awwalun dari para sahabat, pembela Islam, sumur keimanan, inti sikap ihsan.

Pengetahuan mereka murni mengambil dari misykat wahyu dan hadits Rasulullah saw.

Para rijal yang meyakini bahwa mempelajari ilmu ikhlash karena Allah dapat melahirkan khasyiah (ketakutan), sehingga menuntut ilmu merupakan ibadah, mudzakarah mereka adalah tasbih, pembicaraan mereka adalah tentang "jihad" .Mereka menuntut ilmu hingga terkuaklah hijab yang menyelimuti hati mereka, sirna kegelapannya, berganti dengan fajar tauhid dan terpancar di dalamnya matahari keyakinan.

Jalan di hadapan mereka menjadi terang benderang, malamnya laksana siang. Hati dan jiwa mereka bangkit memperoleh al-Haq, dan meninggalkan selain-Nya.

Terlepas dari semua iradah mereka. Yang terpatri dalam hati mereka hanya bara khasyiyah yang membakar. Kerahasiaan mereka berhias al-haq, dan ‘alaniyah (keterbukaan) mereka terhias oleh akhlaq.

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)

Prinsip-Prinsip Dakwah Ikhwan


Prinsip Pertama

Berhukum kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Prinsip yang sama sekali tidak boleh dilanggar adalah berhukum kepada Allah Azza wa Jalla. Karena Allah telah memerintahkan kita untuk itu,

“Dan apa-apa yang kalian perselisihkan di dalamnya dari sesuatu maka hukumnya (kembali) kepada Allah.” (QS. asy-Syura: 10)

“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin kalian. Bila kalian berselisih dalam sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir, itulah yang paling baik.” (QS. an-Nisa:59)

Allah memerintahkan kita untuk mentaati Rasul-Nya saw., kemudian mentaati pemimpin. Dan bila terjadi perselisihan, baik antara kita dengan pemimpin atau antara sesama kita, maka harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Karenanya Imam Hasan al-Banna rahimahullah mengatakan dalam prinsip kedua, "Dan al-Qur'anul karim dan Sunnah yang suci adalah rujukan setiap muslim dalam mengenali hukum-hukum Islam. Al-Qur'an difahami sesuai dengan kaidah bahasa Arab tanpa berlebihan dan over. Sedangkan pemahaman sunnah yang suci dikembalikan kepada para tokoh hadits yang mulia."

Prinsip kedua

Setiap orang perkataannya dapat diambil atau ditolak kecuali al-ma'shum (yang terpelihara dari dosa) yakni Rasulullah saw. Tentang hal ini Ustadz Hasan al-Banna mengatakan dalam prinsip keenam, “Setiap orang dapat diambil perkataannya atau ditinggalkan kecuali al-ma'shum Rasulullah saw. Dan setiap yang datang dari para salaf ridhwanullahi 'alaihim yang sesuai degan al-Kitab dan Sunnah kami terima. Bila tidak maka Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti. Akan tetapi kami tidak menyebut pribadi-pribadi tertentu yang berselisih dalam hal ini melalui cacian atau penghinaan. Kami serahkan mereka dengan niat mereka kepada Allah, dan mereka akan memperoleh balasan apa yang telah mereka perbuat."

Terkait dengan hal inilah Ustadz Hasan al-Banna mengatakan, "Karena itu setiap orang, kecuali al-ma'shum saw., dapat diambil perkataannya atau ditolak."

Perkataan seseorang dapat dijadikan sandaran, selama memiliki dalil yang jelas tentang kebenarannya, dan ditolak selama tidak jelas petunjuk kebenarannya.

Dalam hal ini, ketika Ikhwan mengangkat perkataan para ummat terdahulu dari para imam fiqih, dan bahasa Arab, tidak terbetik dalam hati kami bahwa kita wajib hukumnya mengikuti mereka, apapun yang mereka katakan.

Meskipun demikian kami tetap berhujjah dengan perkataan mereka dan merekalah imam-imam fiqih, yang mengetahui berbagai uslub fiqih. Karenanya, Ikhwan juga tidak membolehkan seseorang berhujjah dengan apa yang tertera pada majalah yang dikeluarkan Ikhwan, atau juga dengan buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh Ikhwan.

Seluruhnya harus dikembalikan oleh al-Kitab dan sunnah yang suci. Seandainya hal tersebut tidak dilarang, niscaya semua orang dapat menghancurkan semua da'wah yang ada di medan da'wah dan harakah.

Prinsip Ketiga

Hasan al-Banna bukanlah sekedar seorang alim yang memberi pelajaran pada murid-murid sekolah, menganalisa masalah-masalah ilmiyah. Hasan al-Banna adalah seorang yang selalu memfokuskan perhatiannya pada gejolak ummat Islam, keterbelakangan dan kejauhan mereka dari agama mereka, kebodohan mereka terhadap Islam, penguasaan musuh-musuh atas mereka, sehingga beliau ingin mengembalikan kejayaan ummat ini kembali, dengan membina pribadi Islam, dan jama'ah Islamiyah yang dapat mengembalikan keashalahan (kemurnian), dinamika dan kebaikan ummat Islam.

Sedangkan tokoh yang orientasinya membina masyarakat dalam hal ini, bukanlah seperti orang alim yang mengatakan kalimat yang haq kemudian pergi dan tidak perduli pengaruh yang ditinggalkan akibat perkataannya itu.

Hasan al-Banna mengamati banyak hal, ia berjalan selangkah demi selangkah, meletakkan tahapan dalam beramal, di mana setiap tahapan ia bangun hingga pada taraf tertentu kemudian baru dilanjutkan pada tahapan berikutnya.

Hasan al-Banna dalam hal ini selalu berhadapan dengan berbagai realitas pahit. Para pendukung kebenaran hanya sedikit. Dan mereka yang mampu menyempurnakan bangunan dengan baik dari yang sedikit itu lebih sedikit lagi. Jumlah yang sedikit inilah yang harus meretas jalan, di tengah terpaan angin, di tengah kehidupan yang telah di penuhi khurafat, bid'ah dan ikhtilaf.

Hasan al-Banna membangun sebuah bangunan yang tak dapat dilakukan dalam waktu sehari, bahkan satu bulan. Berhadapan secara frontal dengan realitas dan kebatilan yang tak mungkin selesai dengan satu kali gempuran.

Orang-orang yang melemparkan kritik, sambil duduk di balik tumpukan buku dan menghakimi da'wah Syaikh Hasan al-Banna, telah melakukan kesalahan besar. Mereka tidak mengetahui apa tujuan yang diinginkan syaikh dalam da'wahnya.

Sebagian mereka menilai da'wah Ikhwan hanya dari satu tahapan ke tahapan lainnya, sementara yang lainnya tidak dapat menggambarkan harakah secara utuh. Mereka mengira bahwa syaikh dan da'wahnya bertentangan dengan mereka, karena mereka tidak menguasai harakah dan karakteristik da'wah Hasan al-Banna pada tahapan-tahapannya.

Sementara ada pula sebagian yang melihat pada sekelompok orang yang dirangkul oleh jama'ah dan tengah dibina di pangkuan da’wah. Dari sanalah orang-orang itu menilai da'wah, karena menggenalisir dan menyangka bahwa semua mereka adalah anggota Ikhwan.

Yang lain lagi mengkritik harakah berdasarkan prilaku, aqidah dan persepsi anggotanya. Sebagaimana orang-orang kafir menilai prilaku kita kaum muslimin, tanpa dilandasi paradigma dan prinsip yang kita sepakati.

Para kritikus itu memiliki manhaj yang beragam, sumber yang berbeda-beda, setiap orang melihat kebenaran pada satu sisi dan mengklaim da'wah Ikhwan sebatas apa yang mereka anggap benar. Bisa jadi orang lain yang benar, dan bisa jadi dia yang benar. Akan tetapi, karena keragaman manhaj dan sumber tadi, objek kritikannya pun hanya berkisar pada masalah-masalah parsial.

Sesungguhnya Syaikh Hasan al-Banna ingin mengembalikan sebuah arus Iman Islam, yang telah tersingkir dari dada ummatnya. Ia mengikat para pengikutnya dengan ikatan ukhuwwah Islamiyah, melakukan da'wah Islam disana sini, masuk ke dunia akademis, bergerak di bidang militer, hingga kementerian.

Al-Banna mengarahkan masyarakat kepada Islam sesuai pemahaman yang sederhana dan jelas. Terkadang ia mengemas da'wahnya dengan apik agar ummat terhindar dari perpecahan. Meskipun para pengikutnya memiliki pemahaman yang bertingkat-tingkat, namun ia mampu menghimpun mereka dan mendorong arus Islam ini secara umum, serta dapat berinteraksi dengan arus dan menerima perkembangan.

Inilah ruang lingkup yang harus dilihat pada Harakah Ikhwan. Suatu pandangan yang parsial tidak akan bermanfaat sebelum mengetahui ruang lingkup tersebut.

Hasan al-Bana bukan guru spesialis aqidah, atau fiqih. Ia adalah da'i penyeru ummat manusia pada Islam, melakukan pembinaan di atasnya, mengarahkan serta menghimpun manusia kepada Islam. la memiliki pemahaman yang baik terhadap Islam. Akan tetapi ia meletakkan rambu-rambu dan batasan yang tidak berarti pemisahan atau juz'iyah.

Selanjutnya, kita dapat mendiskusikan beberapa tulisan yang mengkritik Jama'ah Ikhwan. Dan dalam menilai pergerakan harakah Islamiyah ini ada beberapa hal yang perlu disepakati:

Pertama, Ketika kami berbicara tentang Ikhwan ,"Salafiyah" bukanlah istilah teknik untuk suatu jamaah, melainkan bentuk pemahaman terhadap Islam dalam menghadapi berbagai faham lain dari berbagai kelompok yang menyimpang. Pemahaman ini ada sejak awal sejarah Islam.

Pada dasarnya, seluruh du'at harus menjalani manhaj Salaf ridhwanullahi'alaihim, bergerak dengannya baik secara pemahaman, amalan dan aqidah. Salafiyah bukan sebuah jama'ah dari jama'ah-jama'ah, dan bukan merupakan satu hizb dari berbagai hizb yang ada.

Kedua, Tuduhan bahwa Ikhwan tidak memiliki persepsi aqidah yang jelas adalah propaganda yang membutuhkan bukti. Dan apa yang disebutkan para kritikus itu tidak dibangun di atas dalil.

Syaikh Hasan al-Banna telah meletakkan dasar-dasar aqidah yang jelas dalam banyak tulisannya. Dalam hal ini beliau selalu merujuk pada al-Qur'an dan Sunnah. Pada keduanyalah terdapat kehidupan dan kesembuhan hati.

Syaikh Hasan al-Banna mengetahui dengan baik perbedaan yang terjadi antara mazhab salaf dan khalaf. Akan tetapi melalui kepekaan seorang da'i ditengah konspirasi musuh-musuh lain, beliau ingin mendekatkan berbagai sudut pandang. Ia berupaya menjelaskan bahwa perbedaan antara salaf dan khalaf bukanlah perbedaan besar. Semestinya pendapat seperti ini tidak harus memunculkan fitnah terhadapnya.

Adapun bahwa beliau mengajak untuk saling menolong di antara kelompok Islam dan madzhab Islam, maka upaya untuk mewujudkan itu tidak membahayakan selama seorang muslim mengetahui manhaj yang benar, dan tetap berpegang teguh kepadanya.

Cukuplah bahwa Syaikh Hasan al-Banna memberi rambu-rambu pemahamannya sebagaimana terdapat pada ushulu al-'isyriin.

Syaikh Hasan al-Banna juga tidak lupa menyebutkan masalah tashawuf yang dimaksud dengan pembinaan jiwa dan pembinaan perilaku, jauh dari khurafat, bid’ah, suatu pola yang telah banyak mendapat pujian dari banyak orang.

Rincian Tuduhan dan Jawaban

Tuduhan bahwa Ikhwanul Muslimin Tidak Memiliki Persepsi Aqidah yang Jelas

Ketika membahas manhaj aqidah Ikhwan, kami telah menjelaskan bahwa aqidah Ikhwanul Muslimin adalah sebagaimana aqidah salafiyyah. Karenanya, Hasan al-Banna begitu besar perhatiannya terhadap masalah aqidah.

Beliau mengatakan, "Yang saya maksud dengan ukhuwwah adalah agar hati dan ruh kaum muslimin itu bersatu dengan ikatan aqidah, sebagai ikatan yang paling kokoh dan kuat."

Masalah aqidah dibahas secara detail dan jelas:

Dalam al-Ushul 'isyriin, masalah tersebut secara gamblang dan rinci dijelaskan dalam poin berikut:

* Prinsip pertama dan kedua, tentang aqidah dan hubungannya dengan amal perbuatan. Inilah aqidah yang-benar dan ibadah yang lurus. Serta al Qur'an dan Hadits sebagai rujukannya.
* Prinsip ketiga: Pengaruh Iman terhadap diri muslim.
* Prinsip keempat:, Tentang jimat dan berbagai bentuk kemusy- rikan dan bid'ah yang harus diperangi.
* Bagian terakhir dari prinsip kesembilan: Tentang penghormatan terhadap shahabat dan persoalan yang terkait dengan mereka, ridhwanullahi ‘alaihim.
* Prinsip kesepuluh: Keyakinan tentang Tauhid uluhiyah dan Rububiyah
* Prinsip ke sebelas: Bid'ah dalam agama Allah dan cara memeranginya.
* Prinsip ke tiga belas: Orang-orang shalih dan karomah.
* Prinsip keempat belas: Masalah kuburan dan bid'ah yang terkait dengannya.
* Prinsip ke lima belas: Masalah do'a dan tawassul.
* Prinsip ke tujuh belas: Aqidah dan keterikatannya dengan amal.
* Prinsip ke delapan belas: Aqli dan naqli dalam aqidah.
* Prinsip ke sembilan belas: Hubungan dalil Aqli dan naqli dalam aqidah, dan apabila terjadi kontradiksi maka dalil naqli lebih diulamakan.
* Prinsip ke dua puluh: Tidak melakukan takfir (mengkafirkan) terhadap orang yang berbuat dosa kecuali dia berikrar dan selalu mengulangi perbuatan itu, sesudah dijelaskan tentang penyimpangannya.

Selain prinsip-prinsip tersebut perhatian tentang aqidah tampak juga pada keterangan beliau pada bab kedua yang membahas tentang da'wah, dijelaskan dalam prinsip pertamanya tentang syumuliyatul fahm, pemahaman Islam yang integral.

Dalam bab ketiga tentang manhaj, prinsip kedua, dijelaskan bahwa landasan pemahaman seorang muslim dan rujukannya dalam manhaj adalah al-Qur'an dan sunnah. Pada prinsip keenam dalam bab tersebut disebutkan bahwa kesucian itu hanyalah pada al-Qur'an dan sunnah Nabi saw.,juga disebutkan sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi masalah khilafiyah.

Pada prinsip kesembilan dijelaskan agar seorang muslim tidak tenggelam dalam masalah-masalah perdebatan dan meninggalkan semua unsur yang memecah belah. Kemudian pada prinsip keenam belas menerangkan masalah 'urf dan pengaruhnya.

Di bab keempat, tentang fiqih, dijelaskan dalam prinsip ke tujuh tentang ijtihad dan taqlid. Pada prinsip ke delapan, tentang perselisihan dalam furu' (cabang) dan pertentangan di dalamnya.

Pada prinsip keduabelas, dijelaskan seputar ibadah dan penambahan ibadah serta pemahaman ulama terhadap masalah tersebut.

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)